THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Black List

Daftar Kata-kata yang Haram
Digunakan Wartawan

Terdapat beberapa kata yang sering dijumpai di berbagai media khususnya media cetak, yang mencoreng kualitas wartawan. Karna terdapat kata-kata yang hanya wartawan tidak terdidik saja yang masih menggunakan kata-kata itu. Black list itu diantaranya:

 Sementaraitu
 Dapat ditambahkan
 Perlu diketahui
 Dalam rangka

penggunaan kata-kata tersebut menggambarkan ke malasan wartawan dalam merangkai sebuah informasinyq


 DAPAT DITAMBAHKAN

Contoh :
• Selain itu dapat ditambahkan pula bahwa …….(PEMBOROSAN KATA )


 SEMENTARAITU

Contoh :
• Para caleg merayakan pesta demokrasi 2009, sementaraitu di sudut-sudut kota, masih banyak rakyat miskin yang kelaparan dan terlantar. (SALAH )
• Para caleg merayakan pesta demokrasi 2009, di sudut-sudut kota, masih banyak rakyat miskin yang kelaparan dan terlantar.
(LEBIH ENAK)


 PERLU DIKETAHUI

Contoh :
• perlu diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan ustad puji, melanggar undang-undang(UU) perlindungan anak.
(lebih enak tidak memakai” perlu diketahui bahwa” selain penghwmatan kata, juga langsung pada pokok masalahnya.)

 DALAM RANGKA

Kata dalam rangka umumnya digunakan dalam penulisan surat resmi, undangan (biasanya). Namun untuk penulisan di media, khususnya media cetak, kata dalam rangka lebih enak diganti dengan “MEMPERINGATI” saja langsung.
Contoh :
• Dalam rangka memperingati hari ulangtahun republik Indonesia (HUT RI) ke 36, ….. ( lebih enak diganti menjadi)

• Memperingati hari ulangtahun republik Indonesia (HUT RI) ke- 36………, (TIDAK BOROS KATA

PASANG SURUT EVOLUSIONISME

ANALOGI EVOLUSI
By : Budi setiawan

Evolusi bisa di definisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan, seperti perubahan sederhana menjadi kompleks. Perubahan itu biasanya dianggap bersifat lambat laun. Paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusianisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana menjadi kompleks. Sebagai kebalikan dari evolusi adalah revolusi yang berarti perubahan yang cepat.
Tak berlebihan bila dikatakan bahwa evolusionisme adalah landasan awal bagi pembentukan berbagai paradigma dalam antropologi. Menurut hemat penulis, meskipun sebagian paradigma pada masa kini menyatakan secara implisit atau eksplisit tidak sepakat, atau tidak memandang sentral, eksplanasi evolusionisme, khususnya bagi memahami masyarakat dan kebudayaan, secara sadar atau semua antropolog dan juga ahli ilmu sosial lainnya menggunakan ungkapan-ungkapan evolusionistik dalam menaggapi gejala sosial tertentu.
Pertanyaan besar yang hingga kini tetap di lontarkan adalah apakah benar, atau seberapa jauh, prilaku manusia yang dapat di jelaskan oleh hereditas, suatu konsep yang melekat pada evolusionisme.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita harus ingat bahwa bekerjanya seleksi alam membutuhkan tiga syarat yang harus di penuhi (Ridley :1991) :
1. Seleksi alam memerlukan variasi agar bisa bekerja
2. Harus ada reproduksi diferensial
3. Harus ada mekanisme untuk menduplikasi unsur-unsur adaptif

Dalam evolusi biologi, variabilitas berasal dari rekomendasi genetik dan mutasi. Dalam evolusi kebudayaan, variabilitas datang dari rekomendasi prilaku yang dipelajari dan penemuan-penemuan (invention) kebudayaan tidaklah tertutup atau terisolasi secara reproduktif seperti halnya spesies. Suatu spesies tidak dapat meminjam unsur-unsur genetik dari spesies lain, tetapi kebudayaan dapat meminjam hal-hal baru dan prilaku dari kebudayaan lain. Sebagai contoh, cara bertanam jagung di suatu daerah dapat diterapkan juga di daerah-daerah lain.
Mengenai syarat reproduksi diferensial, tidak menjadi persoalan unsur tertentu genetik atau dipelajari. Ketidakkonsistenan prilaku akan menjurus kepada kepunahan sama halnya seperti di proporsisi morfologi atau difesiensi pada suatu organ vital. Prilaku juga cenderung mengalami seleksi seperti halnya seleksi terhadap ukuran tubuh atau resitansi terhadap penyakit.
Selama spesies manusia terus eksis, tak ada alasan seleksi alam atas ciri biologi dan kebudayaan berhenti. Namun, evolusi tergantung pada aneka ragam perubahan yang kerap kali tidak bisa diprediksi dalam hal lingkungan fisisk dan sosial (jolly, 1989 : Ridley, 1991). Dalam antropologi, ada empat alur besar pemikiran evolusionis, yakni unilinear, universal, dan multilinear, ditambah neo Darwinisme. Tiga alur pertama adalah pendekatan gradualis dengan label unilinear, universal, dan multilinear. Neo Darwinisme datan dengan cara lain, yakni berasal dari sosiobiologi pada tahun 1970an dan yang setipe hingga pendekatan-pendekatan yang lebih muktahir tehadap asal usul kebudayaan simbolik.

RELEVASI PEMIKIRAN CHARLES DARWIN

Evolusionisme tidak pernah bisa dipisahkan dari seorang tokoh bernama Charles Darwin. Pada tahun 1859, tatkala ia menerbitkan The Origin of Spesies, ia menulis : ‘saya sepenuhnya yakin bahwa spesies tidak akan dapat bermutasi ; tapi bahwasanya spesies-spesies itu termasuk kedalam generasi yang sama adalah keturunan linear dari spesies tertentu lain yang pada umumnya sudah punah, dan dengan cara yang sam diakui sebagai variasi dari speswies masa lalu tersebut”
Hingga 1871 (tatkala The Descent of man terbit ), Darwin sebenarnya menghindari untuk menyatakan secara kategoris bahwa manusia berasal Dari bentuk-bentuk yang bukan manusia, tetapi implikasi teorinya itu jelas. Barulah setelah itu semakin jelas bahwa yang di magsud darwin sebagai nenek moyang manusia itu adalah mahluk sejenis kera (Ember dan Ember, 1996: 17).
Sesungguhnya Darwin bukanlah orang yang pertama yang memandang penciptaan spesies-spesies baru secara evolusioner, tetapi dialah yang pertama memberikan ekplanasi yang mendalam, di dekumentasikan dengan baik, mengenai masalah evolusi itu terjadi. Darwin lah, lebih dari yang lain, yang menyadari adanya potensi eksplanotoris yang luar biasa pada seleksi alam, dan melakukan analisis yang paling lengkap dan menyakinkan secara revolusioner tentang kehidupan.
Meski banyak kritik tajam dialamatkan kepada Charles Darwin berkenaan dengan teori evolusi yang di gagasnya, pengaruhnya terhadap biologi modern tetap sangat besar. Betapa tidak, pengaruh terbesar dari teorinya yang terkenal mengenai evolusi sebagai akibat seleksi alam. Demikian pula dari berbagai argumen yang dilontarkan untuk mendukung teori tersebut (Gaulin, 1991 : vii-viii).
Teori Darwin dikatakan berciri revolusioner karena mampu menjalasakan begitu banyak fakta yang berkaitan satu sama lain dalam suatu gagasan yang tunggal (Gaulin, 1991 : vii, ridley, 1991). Empat golongan fakta dapat kita siamak berikut ini : pertama, organisme tersebut tidak acak di seluruh dunia. Spesies di pulau-pulau menunjukan ciri-ciri yang mirip dengan spesies di daratan yang berdekatan, misalnya fauna dan flora sumatera dan ada di asia, atau biota di amerika selatan yang mirip dengan yang di temukan di pulau-pulau galapagos seluruh benua sering kali tidak memiliki tipe umum organisme yang tersebar luas di tempat lain: misalnya, mamalia berplasenta tidak ditemukan di australia sebelum orang eropa membawanya ke sana. Kedua, peninggalan berupa fosil-fosil menggambarkan suatu rangkaian yang mulai dengan organisme yang sederhana strukturnya dan kemudian dalam perkembangan selanjutnya menjadi kompleks ; mahluk bersel tunggal berkembang ratusan juta tahun sebelum adanya hewan burung , ketiga, rincian susunan anatomi suatu kelompok utama menunjukan adanya rankaian ciri struktur yang sama. Keempat, organisme menggambarkan kompleksitas yang rinci dan terintegrasi .
Ia menyimpulkan bahwa jika ketiga pengamatan di atas sahih, maka ciri-ciri yang disukai alam akan lebih umum ditemukan pada generasi-generasi ketimbang ciri yang tidak di sukai alam, ciri-ciri yang tidak disukai alam akan hilang. Organisme akan beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya karena varian yang sukar beradaptasi akan meninggalkan sedikit keturunan, dan ciri-ciri mereka akan hilang.

Pengertian jurnalistik

By : Budi Setiawan
Pengertian istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis. Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak
Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik: informasi, penyusunan informasi, penyebarluasan informasi, dan media massa.
Definisi jurnalistik sangat banyak. Namun pada hakekatnya sama, para tokoh komuniikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaopran setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya.
Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan jurnalistik, dibawah ini adalah definisi dari para tokoh tentang jurnalistik seperti yang di rangkum oleh Kasman dalam bukunya bahwa jurnalistik adalah:
F. Fraser Bond dalam bukunya An Introduction to Journalism menyatakan: “Journalism ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the public”. Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
M. Djen Amar, jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang dihubungkan dengan proses transfer ide atau gagasan dengan bentuk suara, inilah cikal bakal makna jurnalistik sederhana. Pengertian menurut Amar juga dijelaskan pada Sumadiria. Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya.
M. Ridwan, adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni.
Onong U. Effendi, jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja.
Adinegoro, jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sedang menurut Summanang, mengutarakan lebih singkat lagi, jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan.
Dalam buku Jurnalistik Indonesia karya Sumadiria juga mengungkapkan pengertian beberapa tokoh antara lain; F.Fraser Bond, Roland E. Wolseley, Adinegoro, Astrid S. Susanto, Onong U. Effendi, Djen Amar, Erik Hodgins, Kustadi Suhandang, dan bahkan penulis itu sendir Haris Sumadiria.
Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969:3), jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
Astrid S. Susanto, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.
Erik Hodgins (Redaktur Majalah Time), jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan.
Haris Sumadiria, pengertian secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
Dalam buku Kustadi Suhandang, juga terdapa satu pakar lagi yang mendefinisikan pengertian jurnalistik, yaitu A.W. Widjaya, menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Sedang menurut Kustadi Suhandang sendiri Kustadi, jurnalistik adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
Menurut A.Muis dan Edwin Emery yaitu; A.Muis (pakar hukum komunikasi) mengatakan bahwa definisi tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi juranlistik memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). Menurut Edwin Emery juga sama mengatakan dalam jurnalistik selalu harus ada unsur kesegaran waktu (timeliness atau aktualitas). Dan Emery menambahkan bahwa seorang jurnalis memiliki dua fungsi utama. Pertama, fungsi jurnalis adalah melaporkan berita. Kedua, membuat interpretasi dan memberikan pendapat yang didasarkan pada beritanya.
Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
Sumadiria juga menambahkan bahwa jurnalistik dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan utuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.

Tugas seorang jurnalis
Tugas seorang jurnalis adalah :
• Mengumpulkan fakta dan data peristiwa yang bernilai berita aktual, faktual, penting, dan menarik—dengan “mengisi” enam unsur berita 5W+1H (What/Apa yang terjadi, Who/Siapa yang terlibat dalam kejadian itu, Where/ di mana kejadiannya, When/Kapan terjadinya, Why/Kenapa hal itu terjadi, dan How/Bagaimana proses kejadiannya)
• Fakta dan data yang sudah dihimpun dituliskan berdasarkan rumus 5W+1H dengan menggunakan Bahasa Jurnalistik spesifik= kalimatnya pendek-pendek, baku, dan sederhana; dan komunikatif = jelas, langsung ke pokok masalah (straight to the point), mudah dipahami orang awam.
• Komposisi naskah berita terdiri atas: Head (Judul), Date Line (Baris Tanggal), yaitu nama tempat berangsungnya peristiwa atau tempat berita dibuat, plus nama media Anda, Lead (Teras) atau paragraf pertama yang berisi bagian paling penting atau hal yang paling menarik, dan Body (Isi) berupa uraian penjelasan dari yang sudah tertuang di Lead.

Seorang jurnalis dapat merangkap berbagai bidang; dari mulai menulis tajuk rencana, (opini), berita dan lain-lain. sehingga dalam mencari berita yang berbeda-beda maupun bermacam-macam Seorang jurnalis harus memiliki pedoman 5W + 1H yaitu :
Pedoman 5W + 1H
1. WHAT
Apa ==> topik / content utama dari blog yg dibuat dan tujuannya. Istilah kerennya, visi dan misi.
Apakah wide topic ato narrow / niche-specific. Apakah sekedar untuk asik2 aja, memamerkan produk, memusuhi produk, dsb. Ini adalah langkah utama yg harus jelas krn akan berkaitan dng poin2 yg lain.
Kebanyakan blogger membuat blog secara asal. Pokoknya tinggal cari topik (biasanya yg high-paying keyword) dan posting. Ini adalah kesalahan dasar yg sering dilakukan krn meskipun blog anda memiliki konten terfokus sekalipun, konsepnya tidak akan jelas.
2. WHO
Siapa ==> siapakah si blogger / penulis / pemilik blog. Bagaimana karakteristik, sifatnya, dll.
Pada awalnya, blog disamakan dng diari. Dng membaca blog milik org lain, sedikit banyak kita tau karakteristik dari pemilik blog tsb. Hal ini pun sebenarnya HARUS diberlakukan pada blog2 yg AdSense-Oriented krn akan memberikan nyawa dan karakteristik sendiri terhadap blog tsb.
Sebagai contoh, liat Engadget dan Boing-Boing. Mereka punya style yg unik dan berbeda. Dan yg paling penting, tidak datar alias mati.
Bagaimana membentuk karakteristik ini harus ditilik dulu dari poin sebelumnya. Dari sana kita bisa perkirakan, kira2 karakteristik apa yg cocok. Tidak ada yg melarang Anda untuk TIDAK menjadi diri anda sendiri di blog, walopun tentu, disarankan untuk be yourself.
Contoh karakteristik blogger: sinis, sok pintar, bego, romantis, dsb.
Aku lupa, tapi aku pernah baca sebuah blog yg memiliki gaya penulisan yg bener2 unik, yaitu menggunakan kata ganti orang ketiga. Ini bisa dimasukkan ke dalam karakteristik di atas. Jadi tidak hanya sifat saja, tapi juga cara penulisan.
Kenapa susah2 membentuk karakter?
Karena ini akan membuat visitor anda merasa bahwa mereka berhadapan dng orang, bukan mesin yg sekedar melakukan CTRL+C CTRL+V. Ini membuat mereka merasa nyaman dan betah membaca tulisan anda (semoga :P)
3. WHOM
Untuk Siapa ==> target visitor anda
Untuk menentukan poin 2, tentunya anda juga harus tau siapa target visitor anda dan bagaimana kira2 karakteristik mereka. Jangan menulis tentang musik klasik ttg dng karakter dan cara penulisan yg kasar dan menggebu2. Gak nyambung kan?
4. HOW
Bagaimana ==> bagaimana menulis posting / artikel / berita
Poin 4 adalah implementasi dari ketiga poin di atas. Setelah kita mendapatkan karakter yg kita mau, terapkan dalam posting yg kita buat. If you play smart, make people think that you’re really smart. Vice versa. So on. Libatkan diri anda sebisa mungkin dlm tulisan yg dibuat, termasuk keluarga, teman, tetangga, musuh, artis, bahkan presiden sekalipun. Libatkan perasaan anda. Tunjukkan bahwa anda benar2 menulis apa yg anda rasakan, bukan sekedar yg anda tau.
Jangan lupa, Anda TIDAK HARUS mencintai topik yg anda tulis. Anda bisa saja menulis krn MEMBENCINYA. Dan krn anda membencinya, tunjukkan bahwa anda benci. Maki2 kalo perlu.
Yg diatas sekedar contoh aja :) Intinya adalah libatkan diri dan perasaan anda sesuai dng poin 1 dan 2. Beri nyawa pada tulisan anda.
5. WHEN
Kapan ==> cari waktu yg tepat untuk mempublish artikel anda
Ini sebenarnya adalah tehnik advance. Setiap topik memiliki waktu publikasi efektif yg berbeda2, tergantung dari poin 3 di atas, yaitu visitor. Cara paling gampang untuk mempelajari ini adalah melalui statistik situs (Site Meter, Extreme Tracking, Google Analytic, dll).
Contoh: situs tentang teknologi/gadget akan mengalami penurunan visitor di akhir minggu, sebaliknya situs ttg entertainment akan mengalami peningkatan di waktu yg sama (berdasar pengamatan pribadi)
Tentunya anda baru bisa mengimplementasikan poin terakhir ini jika visitors sudah cukup banyak :) Jadi jgn pikirkan dulu ttg ini sampai blog anda mapan :)

Susunan redaksi
Informasi yang disajikan sebuah media massa tentu harus dibuat atau disusun dulu. Yang bertugas menyusun informasi adalah bagian redaksi (Editorial Department), yakni para wartawan, mulai dari Pemimpin Redaksi, Redaktur Pelaksana, Redaktur Desk, Reporter, Fotografer, Koresponden, hingga Kontributor.
Pemred hingga Koresponden disebut wartawan. Menurut UU No. 40/1999, wartawan adalah “orang yang melakukan aktivitas jurnalistik secara rutin”. Untuk menjadi wartawan, seseorang harus memenuhi kualifikasi berikut ini:
1. Menguasai teknik jurnalistik, yaitu skill meliput dan menulis berita, feature, dan tulisan opini.
2. Menguasai bidang liputan (beat).
3. Menguasai dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Teknis pembuatannya terangkum dalam konsep proses pembuatan berita (news processing), meliputi:
1. News Planning = perencanaan berita. Dalam tahap ini redaksi melakukan Rapat Proyeksi, yakni perencanaan tentang informasi yang akan disajikan. Acuannya adalah visi, misi, rubrikasi, nilai berita, dan kode etik jurnalistik. Dalam rapat inilah ditentukan jenis dan tema-tema tulisan/berita yang akan dibuat dan dimuat, lalu dilakukan pembagian tugas di antara para wartawan.
2. News Hunting = pengumpulan bahan berita. Setelah rapat proyeksi dan pembagian tugas, para wartawan melakukan pengumpulan bahan berita, berupa fakta dan data, melalui peliputan, penelusuran referensi atau pengumpulan data melalui literatur, dan wawancara.
3. News Writing = penulisan naskah. Setelah data terkumpul, dilakukan penulisan naskah.
4. News Editing = penyuntingan naskah. Naskah yang sudah ditulis harus disunting dari segi redaksional (bahasa) dan isi (substansi). Dalam tahap ini dilakukan perbaikan kalimat, kata, sistematika penulisan, dan substansi naskah, termasuk pembuatan judul yang menarik dan layak jual serta penyesuaian naskah dengan space atau kolom yang tersedia.
Setelah keempat proses tadi dilalui, sampailah pada proses berikutnya, yakni proses pracetak berupa Desain Grafis, berupa lay out (tata letak), artistik, pemberian ilustrasi atau foto, desain cover, dll. Setelah itu langsung ke percetakan (printing process).

Penyebarluasan Informasi
Yakni penyebarluasan informasi yang sudah dikemas dalam bentuk media massa (cetak). Ini tugas bagian marketing atau bagian usaha (Business Department) –sirkulasi/distribusi, promosi, dan iklan. Bagian ini harus menjual media tersebut dan mendapatkan iklan.
mediaMassa
mediaMassa (Massa media) adalah sarana komunikasi massa (channel of mass communication). Komunikasi massa sendiri artinya proses penyampaian pesan, gagasan, atau informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak.
Ciri-ciri (karakteristik) medi massa adalah disebarluaskan kepada khalayak luas (publisitas), pesan atau isinya bersifat umum (universalitas), tetap atau berkala (periodisitas), berkesinambungan (kontinuitas), dan berisi hal-hal baru (aktualitas).
Jenis-jenis media massa adalah media Massa Cetak (Printed media ), media Massa Elektronik (Electronic media), dan media Online (Cybermedia). Yang termasuk media elektronik adalah radio, televisi, dan film. Sedangkan media cetak berdasarkan formatnya terdiri dari koran atau suratkabar, tabloid, newsletter, majalah, buletin, dan buku. Media Online adalah website internet yang berisikan informasi- aktual layaknya media massa cetak.

Produk Utama Jurnalistik: berita
Aktivitas atau proses jurnalistik utamanya menghasilkan berita, selain jenis tulisan lain seperti artikel dan feature. berita adalah laporan peristiwa yang baru terjadi atau kejadian aktual yang dilaporkan di media massa.
Tahap-tahap pembuatannya adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan fakta dan data peristiwa yang bernilai berita aktual, faktual, penting, dan menarik—dengan “mengisi” enam unsur berita 5W+1H (What/Apa yang terjadi, Who/Siapa yang terlibat dalam kejadian itu, Where/ di mana kejadiannya, When/Kapan terjadinya, Why/Kenapa hal itu terjadi, dan How/Bagaimana proses kejadiannya)
2. Fakta dan data yang sudah dihimpun dituliskan berdasarkan rumus 5W+1H dengan menggunakan Bahasa Jurnalistik spesifik= kalimatnya pendek-pendek, baku, dan sederhana; dan komunikatif = jelas, langsung ke pokok masalah (straight to the point), mudah dipahami orang awam.
3. Komposisi naskah berita terdiri atas: Head (Judul), Date Line (Baris Tanggal), yaitu nama tempat berangsungnya peristiwa atau tempat berita dibuat, plus nama media Anda, Lead (Teras) atau paragraf pertama yang berisi bagian paling penting atau hal yang paling menarik, dan Body (Isi) berupa uraian penjelasan dari yang sudah tertuang di Lead.

Sistem, Struktur, dan Fungsi

Sistem Sosial
Antropologi adalah kajian mengenai manusia masyarakat dan kebudayaannya. Antropologi dapat juga di pandang sebagai “sosial komparatif” karena merupakan kajian mengenai aneka ragam masyarakat manusia yang berupaya mengembangkan teori umum tentang bagaimana masyarakat bekerja. Selain itu, antropologi sering kali juga di anggap sebagai kajian tentang masyarakat “skala kecil” yang di sederhanakan agar lebih mudah dikaji secara menyeluruh. Antropologi, khususnya antropologi sosial, karena memperkenalkan adat istiadat eksotik masyarakat yang kurang kita kenal menjadi kita kenal dengan baik dan masuk akal.
Para petinggi antropologi sejak lama tertarik oleh fenomena orang, yang sepanjang hayatnya, dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan orang lain di sekitarnya, dan para tokoh itu kemudian mengembangkan konsep masyarakat sebagai sistem dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Meskipun teori umum mengenai sistem belum berbentuk hingga pertengahan abad ke 20, dua ciri pokok dari sistem sudah nampak jelas dalam konsepsi teori pada abad ke 18 dan 19.
Menurut Thomas Hobbes (1970 [1651]) orang di hambat oleh tindakan orang lain karena mereka, atau nenek moyang mereka, terlibat dalam suatu kontrak sosial. Kontrak ini menghambat mereka dari tindak sepenuhnya atas kehendak sendiri, melainkan menguntungkan bagi setiap orang.
Dua pendekatan umum untuk menjelaskan bagaimana sistem sosial terbentuk, muncul selama abad ke 18 dan 19. Kedua pendekataan ini di sebut interaksonis dan organik. Adam Smith mengusulkan teori interaksionis, yakni bahwa sistem sosial muncul dari interaksi individu yang ingin memenuhi kepentingan mereka. Smith berpendapat bahwa masyarakat di bentuk oleh pembagian kerja.
Masyarakat kontempoler tetaap mempertahankan unsur-unsur tertentu yang merupakan tahap universal dari organisasi. Masyarakat yang paling sederhana mencerminkan organisme-organisme dimana tubuh tersegmentasi menjadi banayak bagian-bagian yang sama tetapi, pada kebanyakan masyarakat kompleks, setiap bagian memainkan peranan yang unik. Namun, kebijakan pemerintah hanya akan berhasil bilamana sesuai dengan kehendak kolektif (Spencer, 1972 [1857]).

Positive Dalam ilmu Sosisal
Seorang ahli filsafat inggris, Thomas Hobbes (1972 {1651]), menulis :
“ ilmu pengetahuan (science) adalah pengetahuan (knowledge) mengenai kosekuensi-kosekuensi, dan ketergantungan suatu fakta pada fakta lain : sehingga... kita mengetahui bagaimana melakukan sesuatu jika kita menginginkan : karena apabila kita mengetahui bagaimana suatu itu terjadi, apa saja sebabnya, dan bagaimana terjadinya : maka kita akan mengetahui bagaimana menghasilkan efek-efek yang di harapkan “ (lahat juga Rhoads, 1991).
Dari kutipan di atas, ada dua pokok penting yang di kemukakan Hobbes. Pertama, ilmu pengetahuan terjadi karena sebab-sebab dan kosekuensi-kosekuensi segala sesuatu, suatu pengetahuan yang mendorong kemampuan manusia yang mengentervensi dalam kondisi-kondisi keberadaanya. Kedua, Hobbes memandang politik sebagai ilmu pengetahuan yang mirip atau sejalan dengan matematika, astronomi, geografi, dan meterologi.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosial pada abad-abad berikutnya, pemikiran positivisme berkembang mantap dalam ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi. Emanuel Kant, misalnya, adalah tokoh yang meletakkan dasar perbedaan antara kejadian-kejadian alamiah dan spritual dan manusia terlibat di dalam keduanya. Menurut Kahn, manusia sebagai unsur matril yang dapat di pelajari menurut kacamata ilmu-ilmu alamiah : tetapi sebagai mahluk yang mampu memproduksi gagasan manusia hanya dapat di pelajari dengan metode-metode filsafat spekulatif. Untuk sifat yang kedua ini, kajian mengenai manusia sebagai mahluk distigtif dan unik, model ilmu ilmiah tidak dapat di gunakan.

Auguste Comte
Istilah “positivisme” pertama kali di gunakan oleh Auguste Comte (1798-1857) bagi Comte, positivisme adalah suatu metode pengkajian ilmiah dan suatu tingkatan dalam perkembangan pemikiran manusia. Pikiran berkembang melalui tahap-tahap teologis, metafisika dan positivitas, yang di bedakan terutama oleh metode-metode ekplansinya. Oleh karena kondisi –kondisi perkembangan mental ini adalah juga metode-metode pengkajian, maka setiap tahap perkembangan secara reflektif menunjukan hukum-hukum logika (Rosemberg, 1987 : Philips, 1988). Pada tahap teologis, fenomena di jelaskan pada konteks estitas supranatural seperti roh-roh dan tuhan.
Comte membedakan secara kontras positivis dengan pendekatan teologis dan metafisika. Semua eksplanasi dalam konteks entitas yang tidak dapat diamati seperti roh, tuhan, dan penyebab-penyebab alam yang tak dapat di singkirkan dari eksplanasi positivisme : karena ekplanasi-ekplanasi demikian itu termasuk absolut. Comte begitu yakin bahwa setiap metode mengikuti pendahuluannya dengan keteraturan yang dapat diprediksi yang ia saksiakan dalam kemajuan ini “ suatu hukum tiga tahap “ berarti, semua ilmu humanitas akan menuju ke suatu akhir yakni pemikiran positivisme.
Metode pengkajian dunia (comte menyebutnya filsafat) di terapkan untuk menjelaskan rangkaian berbagai fenomena yang membentuk materi subjek ilmu-ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, “ hukum tiga tahap “ mewujud, tidak hanya perkembangan humanitas secara keseluruhan, akan tetapi juga perkembangan setiap ilmu pengetahuan. Berarti setiap ilmu pengetahuan berasal dari eksplanasi teologis, yang kemudian berkembang ke metafisika dan positivitas.
Menurut comte, kemajuan pemikiran manusia di tentukan oleh gradasi dalam kompleksitas objek dari setiap ilmu pengetahuan, yang membangun urutan hierarki ilmu pengetahuan matematika, astronomi fisika, kimia biologi, dan sosiologi. Menurut pandangan ini perkembangan ilmu pengetahuan mengikuti kemajuan ilmu alamiah. Fakta umum dan sederhana menempatkan menepatkan fakta-fakta partikuralitas dan kompleksitas yang lebih besar, kejadian-kejadian yang kompleks yang tergantung pada kombinasi-kombinasi yang lebih sederhana. Ketergantungan pada alam ini menjelaskan mengapa tahap-tahap kemajuannilmu itu saling tergantung satu sama lain karena hukum-hukum astronomi harus di gabungkan kepada hukum-hukum fisika bumi.
Kalau kita mengikuti pandangan Comte, maka sosiologi dan antropologi tadaka akan berkembang menjadi positivisme hingga suatu saat ketika hubunganny dengan bidang-bidang ilmu lain terjadi. Disiplin bau, dalam hal ini sosiologi, secara khusus tergantung pada biologi. Salah satu alasan tidak munculnya sosiologi yang ilmiah adalah kareana biologi berada dalam tahap belum berkembang. Hubungan ini demikian dekat sehingga biologi akan melengkapi gagasan yang akan mengarahkan penelitian sosiologi. Seluruh evolusi sosial humanitas terjadi menurut hukum-hukum biologi; semua fenomena sosial di temukan dari kesamaan dan organisme manusia, di mna karekteristik fisik, intelektual berada di bawah dari unsur-unsur efektif.

Emile Durkheim
Pemikiran auguste Comte mempengaruhi langsung pemikiran Emile durkheim (1858-1917). Durkheim sependapat dengan comte bahwa ada hukum-hukum sosial yang dapat di temukan di perbandingkan dengan hukum-hukum alam lainnya. (Durkheim 1964 [1938] ; Lukes 1982). Dan membewnarkan Comte bahwa fakta sosisal adalah juga fakta alamiah. Namun, Comte tidak berhasil mengkonseptualisasi fakta-fakta sosial secara tepat dan mencoba menciptakan sesuatu sosiologi yang objek kajiannya adalah gagasan-gagasan. Bagi Durkheim, fakta sosial memberikan definisi bagi sosiologi. Sosiologi adalah kajian ilmiah mengenai fakta sosial. Ciri pokok positivisme dalam sosiologi di temukan dalam cara disiplin ini mengonsepsikan fakta-fakta sosial itu.
Durkheim memandang aneka ragam hukum, aturan-aturan moral keyakinan dan praktik agama, uang, dan intuisi-intuisi seperti keluarga sebagai fakta sosial. Semua unsur ini memiliki eksistensi sama nyatanya dengan fakta fisik dalam alam. Meski tergantung pada individu agar eksis, fakta sosial mengatasi (transeden) individu dan memiliki sifat sifat yang unik. Untuk menemukan hukum-hukum yang menghubungkan satu fakta sosial dan fakta sosial lainnya ahli sosiologi. Kata Durkheim, harus mempelajarinya secara objektif, yakni sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana tampaknya (Durkheim, 1964 [1938]).
Atas dasar itu, konsep fakta sosial harus di bentik secara objektif. Itulah sebabnya, untuk tujuan ilmu pengetahuan, fakta sosial jarus dikonseptualisasi sebagai gejala-gejala. Dengan postulat metodologi ini Durkheim tidak bermagsud mengatakan bahwa fakta sosial secara harfiah adalah gejala, tetapi bahwa perlakuan sedemikian membuktikan adanya realitas eksternal dan independen (Durkheim, 1964 [1938]). Akan tetapi, karena pikiran tidak bisa memahamisesuatu gejala dari dalam, maka sosiolog harus mendekati fakta sosial sebagai objek observasi eksternal dan eksperimentasi dengancara yang sama dengan pendekataan ahli fisika terhadap objek fisik.
Metode mendefinisikan fakta sosial ini adalah bersifat genus proximum dan differentia spesifica (Rhoads, 1991). Tatkala suatu fakta sosial di definisikan, definisi tersebut menjadi landasan untuk menentukan karakteristik-karakteristik lain yang memperluas definisi tersebut. Jadi, aturan Durkheim tentang definisi merupakan proses induksi ; definisi didasarkan pada induksi dari sejumlah unsur khusus dan di perluas kepada unsur-unsur yang belum diobservasi.
Salah satu ciri positivisme dalam pandangan Durkheim adalah penolakannya terhadap pandangan pluralitas. Jadi, berbeda dari pandangan John Stuar Mill, misalnya, bahwasannya akibat yang sama dapat di hasilkan oleh penyebab-penyabab yang berbeda-beda. Alasan Durkheim Petama, apabila efek yang sama datang dan di hasilkan dari sebab yang bebeda maka akan sukar bagi kita untuk menyelidiki suatu akibat dari suatu sebab. Ketidakpastian ini akan menyulitkan deduksi logis. Kedua, pluralitas penyebab mengakibatkan pertentangan proporsionalitas antara sebab dan akibat.
Dalam membuktikan hubungan-hubungan kasual, kita kerap kali menyadarkan keyakinan pada indeks-indeks yang dapat di amati, menurut Durkheim, lebih mudah bagi kita untuk mengkaji fakta-fakta internal, yang cenderung menguntungkan kita, dalam konteks indikator-indikator eksternal yang menjadi simbol. Jika ilmu sosiologi adalah ilmu pengetahuan, maka adakah cara yang lebih beralasan dari pada hanya menemukan analogi-analogi sosial dari fakta-fakta alam.

Talcott parsons
Positivisme talcott Parsons (1902-1979) bberdasar pada relisme analisis (1962). Istilah “realisme” menunjukan eksistensi suatu dunia objektif dari suatu kejadian-kejadian yangh tidak acak, yang bersifat eksternal bagi pengamat sosiologis. Objektivitas dan eksterioritas adalah pengaruh dari fakta sosial Durkheim
Apabila konsep analisis merupakan representasi ilmiah dan sesuai mengenai gejala, maka timbul pertanyaan apa magsudnya ? persons mengemukakan bahwa setiap entitas konkret tersusun dari unsur-unsur atau ciri-ciri yang tak dapat eksis secara terisolir, konsep-konsep analitis menunjukan unsur-unsur, yang diabtrasikan dari unsur-unsur lain yang tak terpisahkan, bagian gejala kembar, satu sama lain. Jadi, elemen analisis dari suatu partikel fisik adalah massanya yang secara fisik tak dapat di pisahkan dari partikel itu sendiri.
Persons berupaya mengungkapkan elemen-elemen analisis dari tndakan manusia. Tindakan yang palaing mendasar dapat eksisi sebagai entitas yang konkret di sebut persons sebagai satuan tindakan (unit act) yang di baginya menjadi empat elemen analitis. Pertama, tujun pelaku yakni suatu keadaan mendatang yang dibabkan oleh tindakan. kedua, cara yang tersedia baginya untuk mencapai tujuan tersebut. Ketiga, kondisi yang tidak dapat di kontrol oleh pelaku oleh karena itu bisa di pandang sebagai kendala. Cara dan kondisi adalah elemen situasi. Keempat, normatif, yang terdiri dari gagasan pelaku, sering kali dimiliki bersama dengan orang lain.
Identifikasi elemen-elemen dari tindakan konkret menentukan tahap formulasi hukum analitis yang dapat di perbandingkan dalam bentuk logis dalam hukum mekanuka. Hukum analisis dari satuan tindakan mengambil bentuk antar hubungan di antara nilai-nilai variabel dari tujuan, cara, kondisi, dan norma.
Oleh karena itu teori umum mengenai tindakan, yang terjadi 4 konsep analitis, abstrak dari kejadian-kejadian nyata, maka memeungkinkan bagi teori-teori lain untuk mengabtrasikan berbagai elemen dari kejadian yang sama dan menjelasakan dala konteks aturan-aturan yang berbeda. Jadi, seorang ahli fisika dan sosiologi akan membuat abtraksi yang berbeda.
Persons melihat adanya analogi lain antara organisme biologi dan manusia. Spesies biologi dan sosial beradaptasi pada lingkungan mereka. Organisme, kepribadian, dan sistem sosial semuanya bekerja untuk mencapai tujuan simbol kebudayaan adalah analog dengan gen biologi.

Paradigma Ilmiah Dan Determinisme Kebudayaan

PARADIGMA ILMIAH

Pembicaraan tentang paradigma ilmiah mungkin sulit di lepaskan dari nama seorang ahli filsafat ilmu pengetahuan, Thomas Kuhn (1972). Yang lebih dari tiga dekade lalu mengembngkan konsep kajian paradigmatik sebagai upaya untuk mempelajari anomali-anomali dalam sejarah ilmu pengetahuan.
Dalam bukunya yangterkenal dan masih sering di jadikan acuan oleh para ahli ilmu pengetahuan, yakni The Structure of Scientific Revolution (1972), Thomas kuhn menggunakan istilah “paradigma” dalam dua dimensi yang berbeda : “Pertama , paradigma berarti keseluruhan perangkat Kuhn menyebutnya
“kontelasi’ Keyakinan, nilai-nilai, tehnik-tehnik, dan selanjutnya yang di miliki bersama oleh para anggota suatu masyarakat.
Pengertian paradigma yang kedua adalah apa yang di sebut Kuhn (1972: 78) sebagai eksemplar yang berarti contoh yang bermutu tinggi dari penelitian yang sukses yang di tanggapi sebagai model ideal oleh para anggota komuitas ilmiah yang bersangkutan. Komunitas ilmiah terdiri dari individu-individu yang secara esensial memiliki pendidikan yang sama, tujuan yang sama, dan mengaju kepada perbendaharaan kepustakaan yang sama. Komunitas ilmiah di cirikan oleh komunikasi yang relatif itensif di kalanagan para aggotanya dan kesepakatan yang relatif bulat dalam hal penilaian profesional dalam perinkat atau jenjang mereka . pendek kata, komunitas ilmiah terdiri dari para ilmuan yang memiliki bersama eksemplar yang sama.
Jika kita simak lebih lanjut dari kedua pengertian di atas, pengertia yang pertama paradigma sebagai konstelasi keyakinan dan tehnik adalah yang paling berpengaruh. Jadi paradigma terdiri dari asumsi dan perinsip ontologis dan epitemologi khusus yang meliputi prinsip-prinsip teoritis, yang berdasarkan perinsip-perinsip tersebut teori-teori khusus yang dapat di buktikan di bangun (kuhn, 1972: 78) yang terpenting kita catat adalah bahwa paradigma memberikan ranah yang sesuai bagi satu kajian yang di dalam ranah tersebut prinsip-prinsip epistemologi dan teoritis di terapkan.
Sukar di bayangkan bahwa para ilmuan mengetahui dengan tepat bahwa paradigma yang di ikutinya telah gagal, dan oleh sebab itu ia memutuskan untuk pindah ke paradigma lain. Yang mungkin terjadi adalah apabila aturan-aturan ilmiah suatu paradigma di perbandigkan dengan aturan-aturan lain yang di pandang berhasil, dan evaluasi di lakukan dalam konteks ini. Jadi, paradigma tidaklah ditinggalkan begitu saja ; melainkan suatu paradigma yang digantikan oleh paradigma lain. Paradigma yang lebih produktif lebih baik dari pada pradigma yang kurang produktif. Kuhn setuju dengan hal ini karena ia berpendapat bahwa para ilmuan memandang paradigma “ yang lebih baiak “ apabila memiliki ketepatan, ruang lingkup, simplisitas guna< dan sebagainya yang lebih daripada paradigma yang lain.
Kritik beruntun-runtun di alamtkan kepada konsep kesepadanan dan ketidaksepadaan paradigma dari Kuhn. Popper (1974: 56) mengatakan bahwa “ konsep kesepadanan itu hanyalah dogma-dogma yang berbahaya dua kerangka berfikir (paradigma yang bersaing) adalah seperti dua bahasa yang tidak dapat saling memahami satu sama lain.” (lakatos, 1970: 178) menaksirkan ketidaksepadanan paradigma sebagai ‘tidak adanya standar rasional untuk membandigkan paradigma satu dengan paradigma yang lain karena setiap paradigma memiliki standarnya sendiri.

DETERMINISME KEBUDAYAAN

Kendati sebagian besar antropolog melakukan penelitian di bawah payung paradigma determinisme kebudayaan, sangat sedikit yang menyebut diri mereka secara terang-terangan deteminis kebudayaan, sebagian besar antropolog lebih suka bekerja dalam kerangka paradigma yang tesirat yang luas dan tidak spesifik. Kent flannery (1982) mengatakan bahwa kebanyakan antropolog “dengan senang hati menyibukkan diri melakukan pekerjaan ilmiah mereka dan punya cukup banyak waktu untuk khawatir tentang falsafah dari apa yang mereka kerjakan “
“ empat orang arkeolog dalam perjalanan pulang menggunakan pesawat B 747 setelah menghadiri pertemuan tahunan perhimpunan arkeologi Amerika. Penulis sendiri (Kent Flannery) adalah pengamat partisipan, yang terlibat dialog tentang hakikat dan tujuan arkeologi kontempoler, ketiga rekannya adalah Filsuf terlahir kembali (FTK), Arkeolog Tahun Tujuh puluhan (ATT), dan Arkeolog Masa Lalu (AML).
FTK memulai kariernya sebagai pekerja arkeologi yang menaruh minat besar pada sejerah daerah barat daya, tetapi meninggalkan urusan besar itu demi mengembangkan spekulasi-spekulasi di ruangan tertutup dalam “filsafat ilmu pengetahuan”,.
ATT adalah produk tidak asli dari “generasi saya” (Flannery). Percaya diri dari ambisius, tujuannya mudah saja : “menjadi terkenal, gaji besar, dipuja-puja, dan memberi penghargaan tinggi”
Pahlawan cerita ini adalah AML tokoh ini menghabiskan umurnya dengan sabar di lapanagn dan secara profesional merekontruksi sejarah kebudayaan dari masyarakat sejarah. Tujuan arkeologi : katanya adalah mengajar dunia suatu tentang masa alampau mereka. Selanjutnya katanya, dunia tidak boleh lalai terhadap epistemologi.
Salah satu asumsi teoritis yang mendasar dari determinisme kebudayaan adalah manusia memiliki kapasitas untuk mengadopsi rentang luas keyakinan dan prilaku. Prinsip-prinsip teoritis entral dari paradigma menyatakan bahwa pola-pola pikiran dan prilaku dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan. Konsep kebudayaan adalah santral bagi paradigma determinisme kebudayaan, sebagaimana halnya sentral bagi semua paradigma antropologi. Itulah sebabnya kebanyakan antropolog kebudayaan menolak determinisne biologi. Paradigma determinisme kebudayaan tidak bergerak keluar dari premis bahwa kebudayaan menentukan prilaku. Jika atau lebih tajam, mereka harus menunjuk kepada paradigma antropolog yang lebih khusus pula.
Determinisme kebudayaan dan elektisisme Marvin harris memiliki kesamaan-kesamaan. Seperti eklektisisme, determinisme kebudayaan samar-samar dan tidak jelas batasanya dalam pengertian bahwa teor-teorinya tidak berkaitan satu sama lain dan kadang kontradiktif. Lebih jauh, prinsip teoritis dari materialisme kebudayaan tidak cukup tajam atau luwes untuk menyediakan kerangka umum yang mampu mengintegrasikan sejumlah teori.

Barriers to Communication

Nothing is so simple that it cannot be misunderstood. - Freeman Teague, Jr.
Anything that prevents understanding of the message is a barrier to communication. Many physical and psychological barriers exist:
• Culture , background, and bias - We allow our past experiences to change the meaning of the message. Our culture, background, and bias can be good as they allow us use our past experiences to understand something new, it is when they change the meaning of the message then they interfere with the communication process.
• Noise - Equipment or environmental noise impede clear communication. The sender and the receiver must both be able to concentrate on the messages being sent to each other.
• Ourselves - Focusing on ourselves, rather than the other person can lead to confusion and conflict. The "Me Generation" is out when it comes to effective communication. Some of the factors that cause this are defensiveness (we feel someone is attacking us), superiority (we feel we know more that the other), and ego (we feel we are the center of the activity).
• Perception - If we feel the person is talking too fast, not fluently, does not articulate clearly, etc., we may dismiss the person. Also our preconceived attitudes affect our ability to listen. We listen uncritically to persons of high status and dismiss those of low status.
• Message - Distractions happen when we focus on the facts rather than the idea. Our educational institutions reinforce this with tests and questions. Semantic distractions occur when a word is used differently than you prefer. For example, the word chairman instead of chairperson, may cause you to focus on the word and not the message.
• Environmental - Bright lights, an attractive person, unusual sights, or any other stimulus provides a potential distraction.
• Smothering - We take it for granted that the impulse to send useful information is automatic. Not true! Too often we believe that certain information has no value to others or they are already aware of the facts.
• Stress - People do not see things the same way when under stress. What we see and believe at a given moment is influenced by our psychological frames of references - our beliefs, values, knowledge, experiences, and goals.
 Analisis kalimat dari artikel Barriers to communication :
 Present tense :
 We allow our past experiences to change the meaning of the message
 It is when they change the meaning of the message then they interfere with the communication process.
 The”me generation” is out when it comes to effective communication.
 If we feel the person is talking too fast, not fluently, does not articulate clearly, ete, we may dismiss the person
 We listen uncritically to persons of high status and dismiss those of low status.
 Distractions happen when we focus on the facts rather than the idea.
 Semantic distractions occur when a word is used differently than you prefer.
 Or any other stimulus provides a potential distraction.
 We take it for granted that the impulse to send useful information is automatic.
ISLAMIC
In a sense, love does encompass the Islamic view of life as universal brotherhood which applies to all who hold the faith. There are no direct references stating that God is love, but amongst the 99 names of God (Allah), there is the name Al-Wadud or 'the Loving One', which is found in Surah 11:90 as well as Surah 85:14. It refers to God as being "full of loving kindness". In Islam, love is more often than not used as an incentive for sinners to aspire to be as worthy of God's love as they may. One still has God's love, but how the person evaluates his own worth is to his own and God's own counsel. All who hold the faith have God's love, but to what degree or effort he has pleased God depends on the individual itself.
Ishq , or divine love, is the emphasis of Sufism. Sufis believe that love is a projection of the essence of God to the universe. God desires to recognize beauty, and as if one looks at a mirror to see oneself, God "looks" at itself within the dynamics of nature. Since everything is a reflection of God, the school of Sufism practices to see the beauty inside the apparently ugly. Sufism is oftentimes referred to as the religion of love. God in Sufism is referred to in three main terms which are the Lover, Loved, and Beloved with the last of these terms being often seen in Sufi poetry. A common viewpoint of Sufism is that through love humankind can get back to its inherent purity and grace. The saints of Sufism are infamous for being "drunk" due to their love of God hence the constant reference to wine in Sufi poetry and music.
 Analisis artikel islamic :
 Present tense :
 Love does encompass the islamic view of life as universal brotherhood which applies toall who hold the faith
 There is the name al-wadud or the loving one.
 Love is more often than not used as an incentive for sinnners to aspire to be as worthy of god’s love as they may.
 Sufis believe that love is a projection of the essence of gos to the universe
 Since everything is a reflection of god
 God in sufism is referred to in three main terms which are the lover
 The saints of sufism are infamous for being “drunk” due to their love of god hence the constant reference to wine insufi poerty and music.
 Present Perfect :
 But to what degree or effort he has pleased god depends on the individual itself

Pengertian akhlak

Secara etimotogi bahasa akhlak dari akar bahasa Arab "khuluk" yang
berarti tabiat, muruah, kebiasaan, fithrah, naluri dll (Lisnil Arab
1/889-892). Secara epistemologi Syar'i berarti seperti dikatakan Al
Ghozali, akhlak adalah sesuatu yang menggambarkan tentang perilaku
seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar
perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya. Dan jika
sumber perilaku itu didasari oleh perbuatan yang baik dan muliayang
dapat dibenarkan oleh akal dan syariat maka ia dinamakan akhlak yang
mulia, nammun jika sebaliknya maka ia dinamakan akhlak yang tercela
(Ihya`Ulumuddin 3/46 Cakupan Akhlak Mulia :
Dimensi akhlak dalam Islam mencakup beberapa hal yaitu ;
Akhlak kepada Allah SWT dengan cara mencintai-Nya, mensyukuri
nikmat-Nya, malu kepada-Nya untuk berbuat maksiat, selalu bertaubat,
bertawakkal, takut akan adzab-Nya dan senantiasa berharap akan
rahmat-Nya.
Akhlak kepada Rasulullah SAW dengan cara beradab dan menghormatinya,
mentaati dan mencintai beliau, menjadi kaumnya sebagai perantara dalam
segala aspek kehidupan, banyak menyebut nama beliau, menerima seluruh
ajaran beliau, menghidupkan sunnah-sunnah beliau dan lebih mencintai
beliau daripada diri kita sendiri, anak kita, bapak kita dll.
Akhlak terhadap Al Qur`an dengan cara membacanya dengan khusyuk, tartil
dan sesempurna mungkin sambil memahaminya, menghapalnya dan
mengamalkannya dalam kehidupan riil.
Akhlak kepada makhluk Allah SWT mulai diri sendiri, orangtua, kerabat,
handaitaulan, tetangga dan sesama mukmin sesuai dengan tuntunan Islam.
Akhlak kepada orang kafir dengan cara membenci kekafiran mereka, tetapi
tetap berbuat adil kepada mereka berupa membalas kekejaman mereka atau
memaafkannya dan berbuat baik kepada mereka secara manusiawi selama hal
itu tidak bertentangan dengan syariat Islam dan mengajak mereka kepada
Islam.
Akhlak terhadap makhluk lain termasuk kepada menyayangi binatang yang
tidak mengganggu, menjga tanaman dan tumbuh-tumbuhan dan
melestarikannya dll.
kejujuran, tawakkal, cinta, ridha, ingat mati. Yang dimaksud dengan akhlak/moral dalam pengertian umum adalah”sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat orang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik tersebut membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda”.Dalam berinteraksi dengan Tuhannya, yaitu dengan akidah dan ibadah yang
benar disertai dengan akhlak mulia.
Dalam berinteraksi dengan diri sendiri, yaitu dengan bersifat objektif,
jujur, dan konsisten mengikuti manhaj Allah.
Dalam berinteraksi dengan orang-orang, yaitu dengan memberikan hak-hak
mereka, amanah, menunaikan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan oleh syariat.

1. Fahami secara mendasar nilai-nilai akhlakul karimah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw.
2. Ajarkan kepada orang lain dalam setiap kesempatan mengenai hal-hal yang kita fahami mengenai akhlakul karimah tersebut.
3. Secara sistematik dan sungguh-sungguh menerapkan/ melaksanakan hal-hal yang difahami tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana pada lingkungan yang paling dekat dan bersifat privat, serta segerakan mulai dari saat ini.
engan pemahaman dan langkah-langkah tersebut diharapkan dapat tercipta suatu kebiasaan yang pada akhirnya bila kita lakukan secara konsisten maka akan terbentuk karakter/integritas akhlakul karimah dalam diri kita.

Selanjutnya dengan implementasi akhlakul karimah/akhlak mulia maka jaminannya adalah kita akan menjadi mukmin sempurna/pribadi unggul dan mendapatkan kemenangan dunia akhirat. Adapun ganjaran mukmin sempurna adalah:
1. Terhormat di mata Allah
2. Terhormat di mata masyarakat
3. Terhormat di mata diri sendiri

PEDOMAN PEMAKAIAN BAHASA DALAM PERS

Pertemuan 30 Oktober 2008 (Hlm 192 dalam buku “Bahasa Jurnalistik”)

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 10 November 1978 di Jakarta mengeluarkan sepuluh pedoman pemakaian bahasa dalam pers. Dulu wartawan taat pada kaidah-kaidah kewartawanan dan sangat sulit untuk mendapatkan kartu pers. Tetapi sekarang sangat mudah sekali.

Penjelasan sepuluh pedoman pemakaian bahasa dalam pers:
a. Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Tetapi dalam dalih rusuh atau gannguan apa saja dalam mencari berita, berbuat kesalahan dalam penggunaan EYD dimaklumi dan setiap media mempunyai style book (buku panduan penulisan) masing-masing.
b. Kepanjangan dari akronim atau singkatan terlebih dahulu ditulis sebelum akronim atau singkatan. Minimal kepanjangan dari akronim atau singkatan disebutkan satu kali.
Contoh: Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) selalu berpatroli di daerah Bandung. Satpol PP berpatroli setiap pagi dan sore hari.
c. Pemenggalan imbuhan atau prefiks diperbolehkan dalam penulisan judul berita. Tetapi dalam isi berita tidak diperbolehkan.
Contoh: Lola Amelia Buat Film (judul berita)
Lola Amelia membuat film (isi berita)
d. Menulis berita harus pendek, mudah dipahami dan logis (SPOK harus jelas).
Contoh:
Kalimat yang tidak logis: “Dalam film ini akan mengisahkan sisi gelap dan hal-hal yang sangat menyentuh.” Karena kalimat “Dalam film ini” menunjukkan tempat. Tidak mungkin tempat mengisahkan.
Kalimat yang logis: “Film ini akan mengisahkan sisi gelap dan hal-hal yang sangat menyentuh.”
e. Black list kata-kata yang tidak boleh digunakan wartawan:
Sementara itu
Dalam rangka
Perlu diketahui
Dapat ditambahkan
Faktor wartawan menulis kata-kata tersebut karena kemalsan dan kebodohan.
f. Black list yang harus dijauhi wartawan (kata-kata mubazzir):
Adalah
Contoh: Anisa Pohan adalah menantu Presiden (salah)
Anisa Pohan menantu Presiden (benar)
Telah atau sudah (utamanya ada keterangan waktu)
Contoh: Saya sudah makan tadi pagi (salah)
Saya makan tadi pagi (benar)
Untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa inggris)
Contoh: Saya berusaha untuk memahami (salah)
Saya berusaha memahami (benar)
Dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik)
Contoh: Suami dari Siti Nurhaliza (salah)
Suami Siti Nurhaliza (benar)
Bahwa (terjemahan dari that)
Contoh: Dia tahu bahwa Uin di Cibiru (salah)
Dia tahu Uin di Cibiru (benar)
g. Harus konsisten dalam kalimat. Kalau menggunakan kalimat aktif selanjutnya harus kalimat aktif.
Contoh:
Kalimat aktif: “Dosen menugaskan pembuatan makalah kepada mahasiswa. Mahasiswa melaksanakan tugas itu dengan baik.”
Kalimat pasif: “Pembuatan makalah ditugaskan dosen kepada mahasiswa. Tugas dilaksanakan mahasiswa dengan baik.”
Usahakan menggunakan kalimat aktif dalam menulis berita karena lebih mudah.
h. Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.
i. Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.
j. Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.